Keterampilan-keterampilan Belajar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Belajar merupakan kunci pokok dalam pendidikan, sebab
tanpa belajar tidak akan ada pendidikan. Inti dari belajar adalah berubah dan
berkembang. Dengan belajar, individu dapat berkembang dan meningkatkan atau
menaikkan derajat hidupnya. Sekelompok manusia yang belajar tentu dapat
mepertahankan hidupnya ditengah-tengah persaingan dibandingkan dengan kelompok
manusia lainnya yang tidak belajar.
Belajar
adalah perubahan dalam diri individu sebagai
akibat dari pengalaman. Di mana pengalaman tersebut dapat berupa proses
penyesuaian diri dengan lingkungannya maupun sebuah usaha untuk menjadi bisa
(perubahan tingkah laku dan pola fikir)dan menambah ilmu (seperti halnya
seorang anak belajar di sekolah untuk mendapatkan berbagai pengetahuan yang
disusun dalam sebuah kurikulum tertentu.)
Keberhasilan
proses belajar dimana pengalaman yang ia dapat akan menjadi perubahan tingkah
laku dan perubahan pola fikir akan sukses dan berhasil bilamana faktor-faktor
yang mempengaruhi proses belajar itu mendukung dan sinergis secara positif,
karena semua faktor-faktor tersebut bilamana salah satunya dalam keadaan tidak
siap, tidak baik dan negatif, maka proses belajar pun akan
terganggu dengan hadirnya berbagai masalah belajar, atau kesulitan-kesulitan
dan hambatan dalam proses belajar. Adapun keberhasilan proses belajar selain
ditentukan oleh faktor yang mempengaruhinya adalah pengkondisian diri dalam
menerima pelajaran atau mengikuti proses belajar. Pengkondisian diri itu
disebut sebagai proses belajar efektif, dimana terdapat sejumlah metode untuk
mengkondisikan diri siap belajar dan sanggup menjadikan memproses pengalaman
yang didapat menjadi perubahan tingkah laku sebagai
hasil belajar.
Peran
dan fungsi konselor dalam sekolah, menuntut seorang konselor untuk memberikan
suatu pelayanan bagi siswa yang dapat membantu dan memfasilitasi siswa dalam
proses pembelajarannya. Salah satunya adalah mengadakan bimbingan belajar
efektif. Untuk itu, sekiranya konselor pun dituntut untuk memiliki pengetahuan
mengenai belajar efektif. Tidak hanya itu, pengetahuan tentang belajar dan
faktor yang mempengaruhi belajar pun harus dikuasai, sebagai salah satu langkah
untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalah belajar yang kemudian
ditindak lanjuti dengan sebuah upaya bantuan berupa bimbingan belajar dengan
menerapkan salah satu teori atau strategi belajar yang tepat untuk mengatasi
atau mencegah kesulitan belajar yang dihadapi.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan
umum penulisan makalah ini adalah membuka wawasan terhadap keterampilan pokok belajar sebagai acuan ilmu dalam memberikan bimbingan
belajar, namun secara khusus penulisan makalah bertujuan:
1.
Untuk mengetahui
keterampilan-keterampilan pokok apa saja dalam belajar
2.
Memperdalam pemahaman terhadap hakikat
belajar
3.
Membuka pengetahuan mengenai keterampilan
pokok belajar
4.
Memperluas pengetahuan, terutama bagi
calon konselor dalam memberikan bimbingan
5.
Menyiapkan calon konselor yang bisa
mengatasi masalah-masalah dalam belajar
BAB II
PEMBAHASAN
A. MAKNA BELAJAR
Secara historis,
penelitian mengenai belajar dipelopori oleh para psikolog. Dipelopori oleh ahli-ahli seperti Ebbinghaus (1885),
Bryan dan Harter (1897, 1899) dan Thorndike (1898). Banyak Psikolog membuat
pengakuan eksplisit bahwa belajar merupakan hal sentral dalam mempelajari
tingkah laku (Hilgard, 1956), didukung oleh Tollman, Guthrie dan Hull.
Belajar merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan
pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005)
menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan
belajar.
·
Moh.
Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya”.
·
Witherington
(1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan
sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan,
pengetahuan dan kecakapan”.
·
Crow
& Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan,
pengetahuan dan sikap baru”.
·
Hilgard
(1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul
atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
·
Di
Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif
menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
·
Gage
& Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang
yang muncul karena pengalaman”
Dari beberapa
pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah
perubahan perilaku.
Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, bahwa seseorang jika tidak
menguasai keterampilan-keterampilan khusus
dalam belajar, maka setidaknya dia akan memiliki kesulitan dalam belajar.
Menguasai keterampilan-keterampilan belajar, berarti sudah selangkah maju ke
depan untuk belajar efektif untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal.
B.
Keterampilan-Keterampilan Pokok Dalam Belajar.
- Keterampilan Mencatat dan
Menulis.
Mencatat merupakan aktivitas pengindraan kita yang
bertujuan, dimana akan memberikan kesan-kesan yang berguna bagi belajar kita
selanjutnya. Tidak semua aktivitas
mencatat adalah belajar. Aktivitas
mencatat yang bersifat menurun, menjiplak atau mengcopy, adalah tidak dapat
dikatakan sebagai aktivitas belajar.
Mencatat yang termasuk sebagai belajar yaitu apabila dalam mencatat itu
orang menyadari kebutuhan dan tujuannya, serta menggunakan sikap tertentu agar
catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian tujuan belajar.
Mencatat bertujuan untuk meningkatkan daya ingat
atau membantu dalam mengingat apa yang tersimpan dalam memori mengenai
poin-poin kunci, konsep utama dan keterkaitan dari suatu yang kita baca atau
kita simak. Kebanyakan orang hanya mampu mengingat sebagian kecil materi yang
dibaca atau dengar tanpa mencatat dan mengulangnya. Hal-hal yang perlu di
perhatikan ketika mencatat diantaranya :
a. Mendengarkan
secara aktif
Mendengar
apa yang dibicarakan guru dan menuliskan poin-poin utamanya (memisahkan
informasi yang penting dan kurang penting) atau meringkas informasi dan
gagasan penting yang perlu disimpan, diingat dan digunakan. Catatan ini
harus terpusat pada materi yang penting atau yang nantinya akan dibutuhkan.
b.
Memperhatikan secara aktif
Memperhatikan secara aktif dengan cara
memperhatikan petunjuk-petunjuk yang dapat diperoleh dari guru yang berupa
petunjuk fisik. Karena setiap guru mempunyai gaya yang unik, pilihlah poin-poin
penting dengan menjadikan diri kita akrab dengan gaya tersebut. Selanjutnya
aktifkan perhatian pada ekspresi wajah, gerak-gerik, gerakan tubuh, dan nada
suara guru. Perhatikan ketika ia mengulangi suatu gagasan atau kata dan
perhatikan hal-hal yang ditulis dipapan tulis posisi duduk sedepan mungkin akan
lebih memudahkan dalam mengambil petunjuk-petunjuk penting.
c. Membuat yang auditorial menjadi visual
Catatan
yang dibuat harus bersifat pribadi dan berarti bagi kita. Ketika menuliskan
suatu informasi, tambahkan dengan asosiasi visual seperti menuliskan
symbol-simbol, gambar, anak panah dan lain-lain. Dengan cara ini dapat membantu
mengingatkan kita secara langsung pada materi yang dicatat.
Menulis adalah sebuah keterampilan berbahasa yang
terpadu, yang ditujukan untuk menghasilkan sesuatu yang disebut tulisan. Ada
tiga komponen yang tergabung dalam menulis, yaitu: (1) penguasaan bahasa
tulis, yang akan berfungsi sebagai media tulisan, meliputi: kosakata,
struktur kalimat, paragraf, ejaan, pragmatik, dan sebagainya; (2) penguasaan
isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan (3) penguasaan
tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan
menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan,
seperti esai, artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya.
David Nunan (1991: 86—90) dalam bukunya Language
Teaching Methodology, menawarkan suatu konsep pengembangan keterampilan
menulis yang meliputi: (1) perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa tulisan,
(2) menulis sebagai suatu proses dan menulis sebagai suatu produk, (3) struktur
generik wacana tulis, (4) perbedaan
antara penulis terampil dan penulis yang tidak terampil, dan (5) penerapan keterampilan
menulis dalam proses pembelajaran. Empat tahap dalam mebuat tulisan , yaitu:
a) Tahap
persiapan (prapenulisan) adalah ketika pembelajar
menyiapkan diri, mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus,
mengolah informasi, menarik tafsiran dan inferensi terhadap realitas yang
dihadapinya, berdiskusi, membaca, mengamati, dan lain-lain yang memperkaya
masukan kognitifnya yang akan diproses selanjutnya.
b) Tahap
inkubasi adalah ketika pembelajar memproses informasi yang
dimilikinya sedemikian rupa, sehingga mengantarkannya pada ditemukannya
pemecahan masalah atau jalan keluar yang dicarinya. Proses ini seringkali
terjadi secara tidak disadari, dan memang berlangsung dalam kawasan bawah sadar
(subconscious) yang pada dasarnya melibatkan proses perluasan pikiran (expanding
of the mind). Proses ini dapat berlangsung beberapa detik sampai
bertahun-tahun. Biasanya, ketika seorang penulis melalui proses ini seakan-akan
ia mengalami kebingungan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Oleh karena
itu, tidak jarang seorang penulis yang tidak sabar mengalami frustrasi karena
tidak menemukan pemecahan atas masalah yang dipikirkannya. Seakan-akan kita
melupakan apa yang ada dalam benak kita.
c) Tahap
iluminasi adalah ketika datangnya inspirasi atau insight,
yaitu gagasan datang tiba-tiba dan berloncatan dari pikiran kita. Pada saat
ini, apa yang telah lama kita pikirkan menemukan pemecahan masalah atau jalan
keluar. Iluminasi tidak mengenal tempat atau waktu. Ia bisa datang ketika kita
duduk di kursi, sedang mengendarai mobil, sedang berbelanja di pasar atau di
supermarket, sedang makan, sedang mandi, dan lain-lain. Seringkali orang
menganggap iluminasi ini sebagai ilham. Padahal, sesungguhnya ia telah lama
atau pernah memikirkannya. Secara kognitif, apa yang dikatakan ilham tidak
lebih dari proses berpikir kreatif. Ilham tidak datang dari kevakuman tetapi
dari usaha dan ada masukan sebelumnya terhadap referensi kognitif seseorang.
d) Tahap
terakhir yaitu verifikasi / evaluasi, apa yang dituliskan
sebagai hasil dari tahap iluminasi itu diperiksa kembali, diseleksi, dan
disusun sesuai dengan fokus tulisan. Mungkin ada bagian yang tidak perlu
dituliskan, atau ada hal-hal yang perlu ditambahkan, dan lain-lain. Mungkin
juga ada bagian yang mengandung hal-hal yang peka, sehingga perlu dipilih
kata-kata atau kalimat yang lebih sesuai, tanpa menghilangkan esensinya. Jadi,
pada tahap ini kita menguji dan menghadapkan apa yang kita tulis itu dengan
realitas sosial, budaya, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
- KeterampilanMengingat dan Menghafal
Mengingat yang didasari oleh kebutuhan serta
kesadaran untuk mencapai tujuan belajar lebih lanjut adalah termasuk aktivitas belajar, apalagi
jika mengingat tersebut berhubungan dengan aktivitas-aktivitas belajar lainnya.
Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu
materi verbal didalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksikan (diingat)
kembali secar harfiah, sesuai dengan materi yang asli. Peristiwa menghafal
merupakan proses mental untuk menyimapan kesan-kesan, yang nantinya suatu waktu
bila diperlukan dapat diingat kembali ke alam sadar.
Ciri khas dari hasil keterampilan menghafal adalah
reproduksi secara harfiah dan adanya skema kognitif (dalam ingatan akan
tersimpan secara baik informasi yang telah diterima). Dalam menghafal, ada
beberapa syarat yang perlu diperhatikan yaitu mengenai tujuan, pengertian,
perhatian, dan ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal dipengaruhi oleh
syarat-syarta tersebut. Menghafal tanpa tujuan menjadi tidak terarah, menghafal
tanpa pengerian menjadi kabue, menghafal tanpa perhatian adalah kacau dan
menghafal tanpa ingatan adalah sia-sia.
- Keterampilan
Mengatasi Kejenuhan
“Sesungguhnya setiap amal itu mempunyai puncak semangat, dan setiap semangat
memiliki titik jemu (lesu). Maka barangsiapa kelesuannya tetap dalam sunnahku
berarti ia telah mendapat petunjuk (dari Allah), dan barangsiapa kelesuannya
tidak dalam sunnahku berarti ia celaka.” (HR. Ibnu Khuzaimah
dalam Shahihnya, Ahmad dalam Musnadnya, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman,
At-Thabarani dan Abu Nu’aim).
Secara harfiah, arti jenuh ialah padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi
memuat apa pun. Selain itu, jenuh juga dapat berarti jemu atau bosan. Dalam
belajar, disamping siswa sering mengalami kelupaan, ia juga terkadang mengalami
peristiwa negatif lainnya yang disebut jenuh belajar yang dalam bahasa
psikologi lazim disebut learning plateau atau plateau (baca: pletou) saja.
Peristiwa jenuh ini kalau dialami seorang siswa yang sedang dalam proses
belajar (kejenuhan belajar) dapat membuat siswa tersebut merasa telah
memubazirkan usahanya.
Kejenuhan dalam
belajar ialah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak
mendatangkan hasil (Reber, 1988). Seorang siswa yang mengalami kejenuhan
belajar merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari
belajar tidak ada kemajuan. Tidak adanya kemajuan hasil belajar ini pada
umumnya tidak berlangsung selamanya, tetapi dalam rentang waktu tertentu saja,
misalnya seminggu. Namun tidak sedikit siswa yang mengalami rentang waktu yang
membawa kejenuhan itu berkali-kali dalam satu periode belajar tertentu.
Seorang siswa yang sedang dalam keadaan jenuh sistem akalnya tidak dapat
bekerja sebagaimana yang diharapkan dalam memproses item-item informasi atau
pengalaman baru, sehingga kemajuan belajarnya seakan-akan “jalan di tempat”. Apabila
kemajuan belajar yang jalan ditempat ini kita gambarkan dalam bentuk kurva,
yang akan tampak adalah garis mendatar yang lazim disebut plateau. Kejenuhan
belajar dapat melanda seorang siswa yang kehilangan motivasi dan konsolidasi
salah satu tingkat keterampilan tertentu sebelum sampai pada tingkat
keterampilan berikutnya.
Faktor
Penyebab dan Cara Mengatasi Kejenuhan Belajar
Kejenuhan belajar dapat melanda siswa apabila ia telah kehilangan motivasi
dan kehilangan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tetentu sebelum
siswa tertentu sampai pada tingkat keterampilan berikutnya (Chaplin, 1972).
Selain itu, kejenuhan juga dapat terjadi karena proses belajar siswa telah
sampai pada batas kemampuan jasmaniahnya karena bosan (boring) dan keletihan
(fatigue). Namun, penyebab kejenuhan yang paling umum badalah keletihan yang
melanda siswa, karena keletihan dapat menjadi penyebab munculnya perasaan bosan
pada siswa yang bersangkutan.
Menurut Cross (1974) dalam bukunya The Psychology of Learning, keletihan
siswa dapat dikategorikan menjadi tiga macam yakni: 1) keletihan indera siswa;
2) keletihan fisik siswa; 3) keletihan mental siswa. Keletihan fisik dan
keletihan indera dalam hal ini mata dan telinga pada umumnya dapat dikurangi
atau dihilangkan lebih mudah setelah siswa beristirahat cukup terutama tidur
nyenyak dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang cukup bergizi. Sebaliknya,
keletihan mental tak dapat diatasi dengan cara yang sederhana cara mengatasi
keletihan-keletihan lainnya. Itulah sebabnya, keletihan mental dipandang
sebagai faktor utama penyebab munculnya kejenuhan belajar.
Apakah yang menyebabkan siswa mengalami keletihan mental (mental fatigue)?
Sedikitnya ada empat faktor penyebab keletihan mental siswa yakni:
1.
Karena kecemasan siswa terhadap dampak negatif yang
ditimbulkan oleh keletihan itu sendiri;
2.
Karena kecemasan siswa terhadap standar/patokan
keberhasilan bidang-bidang studi tertentu yang dianggap terlalu tinggi terutama
ketika siswa tersebust sedang merasa bosan mempelajari bidang-bidang studi
tadi;
3.
Karena siswa berada di tengah-tengah situasi
kompetitif yang ketat dan menuntut lebih banyak kerja intelek yang berat;
Keterampilan
mengatasi kejenuhan dapat berupa melakukan istirahat yang cukup,
mengatur ulang jadwal belajar, menata ulang lingkungan belajar, mengerjakan
kesenangan/minat untuk mengisi waktu luang untuk berapa saat, mencari simulasi
baru agar lebih terdorong untuk belajar, dan menguatkan tekad dalam diri. Selain
itu juga dapat dengan Kiat-kiat mengatasi keletihan mental yang menyebabkan
munculnya kejenuhan antara lain adalah sebagai berikut :
a. Melakukan
istirahat dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi dengan takaran yang
cukup.
b. Perubahan
atau penjadwalan kembali jam-jam dari hari-hari belajar yang dianggap lebih
memungkinkan siswa belajar lebih giat
c. Pengubahan
atau penataan kembali lingkungan belajar siswa yang meliputi pengubahan posisi
meja tulis, lemari, rak buku, alat-alat perlengkapan belajar dan sebagainya
sampai memungkinkan siswa merasa berada di sebuah kamar baru yang lebih
menyenangkan untuk belajar.
d. Memberikan
motivasi dan stimulasi baru agar siswa merasa terdorong untuk belajar lebih
giat daripada sebelumnya.
e. Siswa
harus berbuat nyata (tidak menyerah atau tinggal diam dengan cara mencoba belajar
dan belajar lagi)
- Keterampilan
Mengerjakan Tes
Kadangkala siswa gagal dalam ujian bukan disebabkan
oleh ketidaktahuan melainkan oleh kekeliruan dalam strategi mengerjakan tes.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan siswa dalam mengerjakan tes yaitu:
a.
Mengerjakan Tes Uraian
Ø Sebelum
menulis jawaban, tulislah lebih dahulu pokok-pokok/garis besar jawaban untuk
setiap pertanyaan. Hal ini perlu dilakukan supaya kita
dapat menulis jawaban dengan teratur, mencegah lupa akan hal-hal yang akan kita
masukan dalam jawaban.
Ø Jawablah
dengan tepat dan lengkap
Artinya
kita diharapkan untuk menunjukkan apa yang kita kuasai mengenaipersoalan yang kita tanyakan sesuai dengan apa yang
ditanyakan dalam soal, luasnya jawaban itu perlu disesuaikan dengan banyaknya
pertanyaan dan lamanya waktu yang disediakan.
Ø Mulailah
lebih dulu menjawab pertanyaan yang paling mudah
Jika
kita mendahulukan soal yang sukar, energi kita akan banyak dipergunakan untuk
mengerjakan tugas ini, dan mungkin pada pertanyaan yang mudah kita tidak lagi dapat
memberi jawaban yang maksimal.
Ø Menulis
dengan tulisan yang jelas
Perhatikan
apakah tulisan kita sudah jelas, karena tulisan yang jelas akan memudahkan guru
dalam memeriksa pekerjaan kita.
Ø Tulislah
pertanyaan sebelum menjawab
Sebaiknya
setiap jawaban yang kita tulis diawali dengan pertanyaannya masing-masing, kecuali
jika guru yang bersangkutan tidak mengintruksikan.
Ø Memeriksa
kembali pekerjaan sebelum diserahkan
Dengan
memeriksa kembali pekerjaan sebelum diserahkan, dengan demikian kita masih
mempunyai kesempatan untuk melengkapi kekurangan-kekurangan atau kesalahan-kesalahan
dalam pengerjaan.
b.
Mengerjakan Tes Obyektif
Bebrapa
siswa mempunyai sikap yang salah terhadap tes obyektif, mereka beranggapan
bahwa mengerjakan tes obyektif itu sifatnya untung-untungan. Memang
faktor kebetulan itu mungkin terjadi dalam mengerjakan tes obyektif, misalnya
untuk test betul salah faktor kebetulan 50 % karena hanya dua alternative jawaban,
sedangkan untuk tes pilihan ganda mempunyai 4 pilihan jawaban, factor kebetulannya
itu 25 %. Tetapi menurut para ahli, tetap saja persiapan dalam menghadapi
tes yang sangat berperan, karena soal-soal obyektif disusun dengan baik
akan dapat membedakan siap siswa yang siap dan yang tidak. Dalam mengerjakan
tes obyektif, selain memperhatikan petunjuk umum perlu diperatikan juga
petunjuk sebagai berikut :
Ø Tanyakan
kepada guru rumus penilainya
Jika
cara penilaiannya untuk setiap jawaban betul diberikan satu dan untuk jawaban salah
diberikan angka nol, maka angka keseluruhan yang akan diperoleh adalah jawaban
dari angka yang betul, maka jawaban yang akan diberikan atas dasar kirakira tidak
akan merugikan kita. Dan sebaliknya jika jawaban yang betul dikurangi jumlah
jawaban yang salah, maka jangan memberikan jawaban atas dasar kira-kira.
Ø Sebelum
menjawab, bacalah dengan baik dan analisislah
Hal
ini sama pentingnya dengan menganalisis pertanyaan tes uraian. Masalah apa
yang terkandung dalam
pertanyaan itu? Apa yang ditanyakan? Apakah kata penting yang menjadi pendukung
atau kunci persoalan? Setelah hal ini diperkirakan dengan teliti, simpulkan
pilihan kita. Saran yang baik untuk mengerjakan tes obyektif ialah kerjakan
terlebih dahulu soal yang mudah. Bacalah semua alternatif, kesampingkan beberapa
alternatif dan bandingkan satu dengan lainnya, bayangkan pola jawaban yang
benar dari guru, dan periksalah kembali setiap jawaban.
Ø Catatan
kesan pertama jawaban
Dari contoh analisis di
atas, kesan pertama jawaban itu ialah analisis item, setelah itu teruskan
dengan menganalisis kemungkinan jawaban-jawaban untuk meneliti apakah kesan
pertama itu tepat, jika demikian tetapkan kesan pertama sebagai jawaban.
Ø Hati-hatilah
mengubah jawaban
Hati-hatilah mengubah
jawaban, karena jawaban yang berasal dari kesan pertama diperoleh setelah anda
menganalisis persoalan tersebut. Tetapi jika anda yakin jawaban itu keliru maka
anda perlu mengubahnya.
Ø Jangan
tergesa-gesa
Bekerjalah
dengan cepat tetapi jangan terlalu tergesa-gesa. Jumlah tes obyektif biasanya
banyak sedangkan waktu yang disediakan relatif singkat. Tetapi sebenarnya waktu
yang disediakan itu cukup untuk mengerjakan tes obyektif yang tidak memerlukan
banyak waktu, karena itu jangan tergesa-gesa.
- Keterampilan
Mempersiapkan Ujian
Ujian
yang dihadapi siswa tidak hanya menuntut kemampuan akademis, tetapi sikap mental juga sangat menentukan. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan siswa dalam mempersiapkan diri menghadapi ujian
adalah: Dalam menjelang ujian ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan
diantaranya :
a. Persiapan Mental
Kondisi
mental atau aspek psikologis perlu dipersiapkan dalam menghadapi ujian
dengan cara menanamkan pengertian dalam benak kita, bahwa kita harus benar-benar
siap menghadapinya; tidak ada istilah takut, ragu, khawatir atupun cemas.
Untuk mencapai kesiapan itu diperlukan beberapa hal yang harus mendapat
perhatian sebelum ujian dilaksanakan diantaranya :
Ø Menanyakan
hal yang belum dipahami bisa kepada guru ataupun kepada teman.
Ø Mengefektifkan
waktu/jadwal belajar
Ø Mengerjakan
atau mengumpulkan soal-soal sebanyak mungkin
Ø Membuat
kelompok belajar atau kelompok diskusi sebagai ajang saling bertanya dan saling
menguji
Ø Menyiapkan
lingkungan sekitar, misalnya lingkungan rumah, agar kegiatan belajar tidak
terganggu bicarakan dengan anggota keluarga untuk tidak rebut pada jam belajar
(misalnya menyetel radio/TV terlalu keras).
b.
Menjaga Kesehatan Badan
Menjaga
kondisi tubuh agar selalu prima termasuk salah satu faktor penunjang dalam
mempersiapkan ujian, dengan cara :
Ø Istirahat
yang cukup, artinya tidak melakukan aktivitas yang berlebihan (tidak terlalu
cape) atau tidur larut malam tapi biasakanlah tidur cukup agar kondisi tubuh
tidak menurun.
Ø Makan
secara teratur serta mengkonsumsi makanan sehat ditambah dengan buah-buahan dan
vitamin, hindarilah makanan yang kurang bermanfaat bagi tubuh. Oleh raga
teratur, artinya membiasakan diri berolehraga minimal menggerakan badan selama
sepuluh menit setiap bangun tidur dan pilihlah olahraga yang kemungkinan
cederanya kecil misalnya jogging.
c.
Kepercayaan
Pada Diri Sendiri
Kepercayaan
diri sendiri perlu dikembangkan dalam rangka persiapan menghadapi ujian.
Kurang percaya diri dapat mengakibatkan kegugupan, cemas, merasa tidak
yakin dengan diri sendiri atau menyebabkan kita terlalu berhati-hati dan
takut berbuat sesuatu hal semacam itu tentu saja menghambat proses belajar dan
merugikan diri sendiri dalam mengerjakan ujian.
KESIMPULAN
Dalam dunia
pendidikan dikenal tiga ranah yang perlu dikuasai, ditingkatkan, dan
dikembangkan anak selama bersekolah, yaitu kognitif (berkaitan dengan
pengetahuan), psikomotor (berkaitan dengan keterampilan), dan afektif
(berkaitan dengan sikap dan nilai).
Penguasaan ranah kognitif yang
mencapai tingkat 'keyakinan' (believe) akan mengendalikan prilaku dan
kebiasaan individu sehari-hari sehingga mampu meningkatkan kecakapan hidup (life
skill) dan menumbuhkan sikap positif. Misalnya, pemahaman anak tentang pengetahuan
makanan sehat sebagai balance diet akan mendorong anak terbiasa makan makanan
sehat dengan selalu mempertimbangkan keseimbangan komposisi unsur-unsur
makanan, selain mempertimbangkan jumlah energi rill yang dibutuhkan tubuh
sehari-hari.
Ini berarti, penguasaan ranah
kognitif sampai pada tingkat pemahaman di sekolah itu mutlak dan tidak bisa di
tawar-tawar lagi. Para ahli pendidikan sependapat bahwa, untuk meningkatkan
penguasaan ranah kognitif ternyata dipengaruhi oleh kepemilikan unsur meta-kognitif,
yang salah satunya berkaitan dengan 'keterampilan belajar' atau 'belajar cara
belajar’ (learn how to learn). Mengajar anak cara belajar tidak hanya
perlu dilakukan di sekolah tetapi juga perlu dilakukan di rumah oleh para orang
tua.
Kadangkala kita, orang tua dan guru
sering terjebak pada tujuan anak bersekolah. Seolah-olah tujuan akhir anak
bersekolah adalah hanya untuk memahami sepenggal materi dari beberapa mata
pelajaran. Padahal, realita kehidupan anak sering tidak berkaitan langsung
dengan materi yang dipelajari di sekolah. Akibatnya, apa yang dipelajari di
sekolah merupakan pengetahuan yang terisolasi (isolated knowledge) dari
apa yang sudah diketahui anak sebelumnya, dan terisolasi dari permasalahan yang
ada di sekitar anak. Akhirnya, apa yang diperoleh dari sekolah tidak membantu
kehidupan sehari-hari anak.
Supaya anak memperoleh informasi dan
pengetahuan baru yang tidak terisolasi dari pengetauhuan awal dan permasalahan
sehari-hari anak, mereka perlu mengeksplorasi sendiri informasi pengetahuan kontekstual
dengan lingkungan, kehidupan, dan kebutuhan anak. Untuk keperluan ini, anak
perlu memiliki keterampilan belajar.
Sepanjang Hayat. Anak tidak
cukup hanya diajar dan dibimbing untuk menguasai seperangkat materi pelajaran
di sekolah. Tetapi dan yang lebih penting adalah keperluan untuk mengajar anak
cara belajar supaya anak memiliki keterampilan belajar (learning skill).
Dalam kehidupan nyata, anak perlu
belajar terus menerus sepanjang kehidupannya. Misalnya, setelah lulus SD dan
anak meneruskan ke pendidikan lanjutan: ke SMP, atau ke SMA, dan atau ke PT,
kalau mau berhasil di pendidikan lanjutan itu, anak harus memiliki strategi
belajar jitu: membaca cepat, mendengar sambil membuat catatan, mengelola waktu
belajar, berlatih terus menerus, menilai dan memperbaiki cara belajar, dan
strategi belajar lainnya.
Juga, setelah dewasa dan hidup di
masyarakat, kalau nanti anak menjadi petani, dia tetap mendudukkan diri sebagai
pelajar yang berprofesi petani. Kalau nanti anak menjadi pedagang, dia tetap
mendudukkan diri sebagai pelajar yang berprofesi pedagang.
Kalau nanti anak menjadi dokter, dia
tetap mendudukkan diri sebagai pelajar dengan profesi dokter. Lalu, untuk
keberhasilan profesinya itu, dia perlu terus membaca, perlu terus memahami apa
yang dibacanya, perlu terus membuat catatan penting, perlu terus memecahkan
masalah dengan menerapkan pengetahuan baru yang sudah dikuasainya.
Dengan demikian, menjadi pelajar
tidak hanya terbatas sewaktu masih bersekolah tetapi menjadi pelajar juga
setelah selesai bersekolah ketika mereka mulai bekerja dan hidup di masyarakat.
Karena itu, orang tua dan guru perlu melatih 'belajar cara belajar' (learn
how to learn) dan membekali anak-anak dengan 'keterampilan belajar' supaya
anak mampu menjadi pelajar sepanjang hayat (life-long learner). *
DAFTAR
PUSTAKA
http//Dr. Suherman, M.Pd.Bimbingan
Belajar.Universitas Pendidikan
Indonesia
Deporter, Bobbi. 2009. Quantum Learner. Bandung: Kaifa Mizan
Pustaka
Espeland, Pamela.2005. Buku Pintar
Remaja Gaul. Bandung: Kaifa Mizan Pustaka, hal 16
Deporter, Bobbi & Hernacki, Mike. 1999. Quantum Learner (Membiasakan Belajar
Nyaman & Menyenangkan). Bandung:
Kaifa Mizan Pustaka
Yeo, Anthony.2007. Konseling (pendekatan & Pemecahan Masalah). Jakarta: BPK Gunung
Mulia, hal 128-129
Drs.Hakim, Thursan.Belajar Secara
Efektif. Jakarta: PUSPA SWARA, hal 66
Tolley, Harry & Thomas Ken. 2004.
Verbal Reasoning Tests. Solo: Tiga Serangkai, hal 15
Dra. Widajati, Retno & Dra. Sukarni, Tuti. 2010.
Bahan Dasar Untuk PELAYANAN KONSELING Pada Satuan Pendidikan Menengah. Jakarta:
Grasindo, hal 4-5
0 komentar :
Posting Komentar