Breaking News
Loading...

Gallery

Senin, 23 Februari 2015

Keterampilan-keterampilan Belajar

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Belajar merupakan kunci pokok dalam pendidikan, sebab tanpa belajar tidak akan ada pendidikan. Inti dari belajar adalah berubah dan berkembang. Dengan belajar, individu dapat berkembang dan meningkatkan atau menaikkan derajat hidupnya. Sekelompok manusia yang belajar tentu dapat mepertahankan hidupnya ditengah-tengah persaingan dibandingkan dengan kelompok manusia lainnya yang tidak belajar.
Belajar adalah perubahan dalam diri individu sebagai akibat dari pengalaman. Di mana pengalaman tersebut dapat berupa proses penyesuaian diri dengan lingkungannya maupun sebuah usaha untuk menjadi bisa (perubahan tingkah laku dan pola fikir)dan menambah ilmu (seperti halnya seorang anak belajar di sekolah untuk mendapatkan berbagai pengetahuan yang disusun dalam sebuah kurikulum tertentu.)
Keberhasilan proses belajar dimana pengalaman yang ia dapat akan menjadi perubahan tingkah laku dan perubahan pola fikir akan sukses dan berhasil bilamana faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar itu mendukung dan sinergis secara positif, karena semua faktor-faktor tersebut bilamana salah satunya dalam keadaan tidak siap, tidak baik dan negatif, maka proses belajar pun akan terganggu dengan hadirnya berbagai masalah belajar, atau kesulitan-kesulitan dan hambatan dalam proses belajar. Adapun keberhasilan proses belajar selain ditentukan oleh faktor yang mempengaruhinya adalah pengkondisian diri dalam menerima pelajaran atau mengikuti proses belajar. Pengkondisian diri itu disebut sebagai proses belajar efektif, dimana terdapat sejumlah metode untuk mengkondisikan diri siap belajar dan sanggup menjadikan memproses pengalaman yang didapat menjadi perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar.
Peran dan fungsi konselor dalam sekolah, menuntut seorang konselor untuk memberikan suatu pelayanan bagi siswa yang dapat membantu dan memfasilitasi siswa dalam proses pembelajarannya. Salah satunya adalah mengadakan bimbingan belajar efektif. Untuk itu, sekiranya konselor pun dituntut untuk memiliki pengetahuan mengenai belajar efektif. Tidak hanya itu, pengetahuan tentang belajar dan faktor yang mempengaruhi belajar pun harus dikuasai, sebagai salah satu langkah untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalah belajar yang kemudian ditindak lanjuti dengan sebuah upaya bantuan berupa bimbingan belajar dengan menerapkan salah satu teori atau strategi belajar yang tepat untuk mengatasi atau mencegah kesulitan belajar yang dihadapi.

B.     Tujuan Penulisan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah membuka wawasan terhadap keterampilan pokok belajar sebagai acuan ilmu dalam memberikan bimbingan belajar, namun secara khusus penulisan makalah bertujuan:
1.      Untuk mengetahui keterampilan-keterampilan pokok apa saja dalam belajar
2.      Memperdalam pemahaman terhadap hakikat belajar
3.      Membuka pengetahuan mengenai keterampilan pokok belajar
4.      Memperluas pengetahuan, terutama bagi calon konselor dalam memberikan bimbingan
5.      Menyiapkan calon konselor yang bisa mengatasi masalah-masalah dalam belajar


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    MAKNA BELAJAR
Secara historis, penelitian mengenai belajar dipelopori oleh para psikolog. Dipelopori oleh ahli-ahli seperti Ebbinghaus (1885), Bryan dan Harter (1897, 1899) dan Thorndike (1898). Banyak Psikolog membuat pengakuan eksplisit bahwa belajar merupakan hal sentral dalam mempelajari tingkah laku (Hilgard, 1956), didukung oleh Tollman, Guthrie dan Hull. 
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005)  menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar.
·         Moh. Surya (1997) :  “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
·         Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
·         Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”.
·         Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
·         Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
·         Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku  yang yang muncul karena pengalaman”
Dari beberapa pengertian belajar tersebut  diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku.
Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, bahwa seseorang jika tidak menguasai keterampilan-keterampilan khusus dalam belajar, maka setidaknya dia akan memiliki kesulitan dalam belajar. Menguasai keterampilan-keterampilan belajar, berarti sudah selangkah maju ke depan untuk belajar efektif untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal.

B.     Keterampilan-Keterampilan Pokok Dalam Belajar.
  1. Keterampilan Mencatat dan Menulis.
Mencatat merupakan aktivitas pengindraan kita yang bertujuan, dimana akan memberikan kesan-kesan yang berguna bagi belajar kita selanjutnya.  Tidak semua aktivitas mencatat adalah belajar.  Aktivitas mencatat yang bersifat menurun, menjiplak atau mengcopy, adalah tidak dapat dikatakan sebagai aktivitas belajar.  Mencatat yang termasuk sebagai belajar yaitu apabila dalam mencatat itu orang menyadari kebutuhan dan tujuannya, serta menggunakan sikap tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian tujuan belajar.
Mencatat bertujuan untuk meningkatkan daya ingat atau membantu dalam mengingat apa yang tersimpan dalam memori mengenai poin-poin kunci, konsep utama dan keterkaitan dari suatu yang kita baca atau kita simak. Kebanyakan orang hanya mampu mengingat sebagian kecil materi yang dibaca atau dengar tanpa mencatat dan mengulangnya. Hal-hal yang perlu di perhatikan ketika mencatat diantaranya :
 a. Mendengarkan secara aktif
Mendengar apa yang dibicarakan guru dan menuliskan poin-poin utamanya (memisahkan informasi yang penting dan kurang penting) atau meringkas informasi dan gagasan penting yang perlu disimpan, diingat dan digunakan. Catatan ini harus terpusat pada materi yang penting atau yang nantinya akan dibutuhkan.
b. Memperhatikan secara aktif
  Memperhatikan secara aktif dengan cara memperhatikan petunjuk-petunjuk yang dapat diperoleh dari guru yang berupa petunjuk fisik. Karena setiap guru mempunyai gaya yang unik, pilihlah poin-poin penting dengan menjadikan diri kita akrab dengan gaya tersebut. Selanjutnya aktifkan perhatian pada ekspresi wajah, gerak-gerik, gerakan tubuh, dan nada suara guru. Perhatikan ketika ia mengulangi suatu gagasan atau kata dan perhatikan hal-hal yang ditulis dipapan tulis posisi duduk sedepan mungkin akan lebih memudahkan dalam mengambil petunjuk-petunjuk penting.

   c. Membuat yang auditorial menjadi visual
Catatan yang dibuat harus bersifat pribadi dan berarti bagi kita. Ketika menuliskan suatu informasi, tambahkan dengan asosiasi visual seperti menuliskan symbol-simbol, gambar, anak panah dan lain-lain. Dengan cara ini dapat membantu mengingatkan kita secara langsung pada materi yang dicatat.

Menulis adalah sebuah keterampilan berbahasa yang terpadu, yang ditujukan untuk menghasilkan sesuatu yang disebut tulisan. Ada tiga komponen yang tergabung dalam menulis, yaitu: (1) penguasaan bahasa tulis, yang akan berfungsi sebagai media tulisan, meliputi: kosakata, struktur kalimat, paragraf, ejaan, pragmatik, dan sebagainya; (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan (3) penguasaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esai, artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya.
David Nunan (1991: 86—90) dalam bukunya Language Teaching Methodology, menawarkan suatu konsep pengembangan keterampilan menulis yang meliputi: (1) perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa tulisan, (2) menulis sebagai suatu proses dan menulis sebagai suatu produk, (3) struktur generik wacana tulis,  (4) perbedaan antara penulis terampil dan penulis yang tidak terampil, dan (5) penerapan keterampilan menulis dalam proses pembelajaran. Empat tahap dalam mebuat tulisan , yaitu:
a)   Tahap persiapan (prapenulisan) adalah ketika pembelajar menyiapkan diri, mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus, mengolah informasi, menarik tafsiran dan inferensi terhadap realitas yang dihadapinya, berdiskusi, membaca, mengamati, dan lain-lain yang memperkaya masukan kognitifnya yang akan diproses selanjutnya.
b)   Tahap inkubasi adalah ketika pembelajar memproses informasi yang dimilikinya sedemikian rupa, sehingga mengantarkannya pada ditemukannya pemecahan masalah atau jalan keluar yang dicarinya. Proses ini seringkali terjadi secara tidak disadari, dan memang berlangsung dalam kawasan bawah sadar (subconscious) yang pada dasarnya melibatkan proses perluasan pikiran (expanding of the mind). Proses ini dapat berlangsung beberapa detik sampai bertahun-tahun. Biasanya, ketika seorang penulis melalui proses ini seakan-akan ia mengalami kebingungan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Oleh karena itu, tidak jarang seorang penulis yang tidak sabar mengalami frustrasi karena tidak menemukan pemecahan atas masalah yang dipikirkannya. Seakan-akan kita melupakan apa yang ada dalam benak kita.
c)      Tahap iluminasi adalah ketika datangnya inspirasi atau insight, yaitu gagasan datang tiba-tiba dan berloncatan dari pikiran kita. Pada saat ini, apa yang telah lama kita pikirkan menemukan pemecahan masalah atau jalan keluar. Iluminasi tidak mengenal tempat atau waktu. Ia bisa datang ketika kita duduk di kursi, sedang mengendarai mobil, sedang berbelanja di pasar atau di supermarket, sedang makan, sedang mandi, dan lain-lain. Seringkali orang menganggap iluminasi ini sebagai ilham. Padahal, sesungguhnya ia telah lama atau pernah memikirkannya. Secara kognitif, apa yang dikatakan ilham tidak lebih dari proses berpikir kreatif. Ilham tidak datang dari kevakuman tetapi dari usaha dan ada masukan sebelumnya terhadap referensi kognitif seseorang.
d)     Tahap terakhir yaitu verifikasi / evaluasi, apa yang dituliskan sebagai hasil dari tahap iluminasi itu diperiksa kembali, diseleksi, dan disusun sesuai dengan fokus tulisan. Mungkin ada bagian yang tidak perlu dituliskan, atau ada hal-hal yang perlu ditambahkan, dan lain-lain. Mungkin juga ada bagian yang mengandung hal-hal yang peka, sehingga perlu dipilih kata-kata atau kalimat yang lebih sesuai, tanpa menghilangkan esensinya. Jadi, pada tahap ini kita menguji dan menghadapkan apa yang kita tulis itu dengan realitas sosial, budaya, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

  1. KeterampilanMengingat dan Menghafal
Mengingat yang didasari oleh kebutuhan serta kesadaran untuk mencapai tujuan belajar lebih lanjut  adalah termasuk aktivitas belajar, apalagi jika mengingat tersebut berhubungan dengan aktivitas-aktivitas belajar lainnya.
Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal didalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksikan (diingat) kembali secar harfiah, sesuai dengan materi yang asli. Peristiwa menghafal merupakan proses mental untuk menyimapan kesan-kesan, yang nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat kembali ke alam sadar.
Ciri khas dari hasil keterampilan menghafal adalah reproduksi secara harfiah dan adanya skema kognitif (dalam ingatan akan tersimpan secara baik informasi yang telah diterima). Dalam menghafal, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan yaitu mengenai tujuan, pengertian, perhatian, dan ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal dipengaruhi oleh syarat-syarta tersebut. Menghafal tanpa tujuan menjadi tidak terarah, menghafal tanpa pengerian menjadi kabue, menghafal tanpa perhatian adalah kacau dan menghafal tanpa ingatan adalah sia-sia.

  1. Keterampilan Mengatasi Kejenuhan
Sesungguhnya setiap amal itu mempunyai puncak semangat, dan setiap semangat memiliki titik jemu (lesu). Maka barangsiapa kelesuannya tetap dalam sunnahku berarti ia telah mendapat petunjuk (dari Allah), dan barangsiapa kelesuannya tidak dalam sunnahku berarti ia celaka.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya, Ahmad dalam Musnadnya, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, At-Thabarani dan Abu Nu’aim).
Secara harfiah, arti jenuh ialah padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apa pun. Selain itu, jenuh juga dapat berarti jemu atau bosan. Dalam belajar, disamping siswa sering mengalami kelupaan, ia juga terkadang mengalami peristiwa negatif lainnya yang disebut jenuh belajar yang dalam bahasa psikologi lazim disebut learning plateau atau plateau (baca: pletou) saja. Peristiwa jenuh ini kalau dialami seorang siswa yang sedang dalam proses belajar (kejenuhan belajar) dapat membuat siswa tersebut merasa telah memubazirkan usahanya.
Kejenuhan dalam belajar ialah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil (Reber, 1988). Seorang siswa yang mengalami kejenuhan belajar merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari belajar tidak ada kemajuan. Tidak adanya kemajuan hasil belajar ini pada umumnya tidak berlangsung selamanya, tetapi dalam rentang waktu tertentu saja, misalnya seminggu. Namun tidak sedikit siswa yang mengalami rentang waktu yang membawa kejenuhan itu berkali-kali dalam satu periode belajar tertentu.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIHZbOh_ChJNVy-qqzarWW-86IjyKkix7jQHd8aVVaig5Fcl2A8283JRcuRmrWKLGUx9K26zjo-L26rFgRonNC48YGWgwG0anYFQcqST7bxrX_q0lxH7Mh40nfzOCrCnUKmaTuhJS1vOo/s1600/jenuh+1.jpeg

Seorang siswa yang sedang dalam keadaan jenuh sistem akalnya tidak dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan dalam memproses item-item informasi atau pengalaman baru, sehingga kemajuan belajarnya seakan-akan “jalan di tempat”. Apabila kemajuan belajar yang jalan ditempat ini kita gambarkan dalam bentuk kurva, yang akan tampak adalah garis mendatar yang lazim disebut plateau. Kejenuhan belajar dapat melanda seorang siswa yang kehilangan motivasi dan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tertentu sebelum sampai pada tingkat keterampilan berikutnya.

Faktor Penyebab dan Cara Mengatasi Kejenuhan Belajar
Kejenuhan belajar dapat melanda siswa apabila ia telah kehilangan motivasi dan kehilangan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tetentu sebelum siswa tertentu sampai pada tingkat keterampilan berikutnya (Chaplin, 1972). Selain itu, kejenuhan juga dapat terjadi karena proses belajar siswa telah sampai pada batas kemampuan jasmaniahnya karena bosan (boring) dan keletihan (fatigue). Namun, penyebab kejenuhan yang paling umum badalah keletihan yang melanda siswa, karena keletihan dapat menjadi penyebab munculnya perasaan bosan pada siswa yang bersangkutan.
Menurut Cross (1974) dalam bukunya The Psychology of Learning, keletihan siswa dapat dikategorikan menjadi tiga macam yakni: 1) keletihan indera siswa; 2) keletihan fisik siswa; 3) keletihan mental siswa. Keletihan fisik dan keletihan indera dalam hal ini mata dan telinga pada umumnya dapat dikurangi atau dihilangkan lebih mudah setelah siswa beristirahat cukup terutama tidur nyenyak dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang cukup bergizi. Sebaliknya, keletihan mental tak dapat diatasi dengan cara yang sederhana cara mengatasi keletihan-keletihan lainnya. Itulah sebabnya, keletihan mental dipandang sebagai faktor utama penyebab munculnya kejenuhan belajar.
Apakah yang menyebabkan siswa mengalami keletihan mental (mental fatigue)? Sedikitnya ada empat faktor penyebab keletihan mental siswa yakni:
1.         Karena kecemasan siswa terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh keletihan itu sendiri;
2.         Karena kecemasan siswa terhadap standar/patokan keberhasilan bidang-bidang studi tertentu yang dianggap terlalu tinggi terutama ketika siswa tersebust sedang merasa bosan mempelajari bidang-bidang studi tadi;
3.         Karena siswa berada di tengah-tengah situasi kompetitif yang ketat dan menuntut lebih banyak kerja intelek yang berat;
Keterampilan mengatasi kejenuhan   dapat berupa melakukan istirahat yang cukup, mengatur ulang jadwal belajar, menata ulang lingkungan belajar, mengerjakan kesenangan/minat untuk mengisi waktu luang untuk berapa saat, mencari simulasi baru agar lebih terdorong untuk belajar, dan menguatkan tekad dalam diri. Selain itu juga dapat dengan Kiat-kiat mengatasi keletihan mental yang menyebabkan munculnya kejenuhan antara lain adalah sebagai berikut :
a.    Melakukan istirahat dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi dengan takaran yang cukup.
b.   Perubahan atau penjadwalan kembali jam-jam dari hari-hari belajar yang dianggap lebih memungkinkan siswa belajar lebih giat
c.    Pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar siswa yang meliputi pengubahan posisi meja tulis, lemari, rak buku, alat-alat perlengkapan belajar dan sebagainya sampai memungkinkan siswa merasa berada di sebuah kamar baru yang lebih menyenangkan untuk belajar.
d.   Memberikan motivasi dan stimulasi baru agar siswa merasa terdorong untuk belajar lebih giat daripada sebelumnya.
e.    Siswa harus berbuat nyata (tidak menyerah atau tinggal diam dengan cara mencoba belajar dan belajar lagi)

  1. Keterampilan Mengerjakan Tes
Kadangkala siswa gagal dalam ujian bukan disebabkan oleh ketidaktahuan melainkan oleh kekeliruan dalam strategi mengerjakan tes. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan siswa dalam mengerjakan tes yaitu:
a.  Mengerjakan Tes Uraian
Ø  Sebelum menulis jawaban, tulislah lebih dahulu pokok-pokok/garis besar jawaban untuk setiap pertanyaan. Hal ini perlu dilakukan supaya kita dapat menulis jawaban dengan teratur, mencegah lupa akan hal-hal yang akan kita masukan dalam jawaban.
Ø  Jawablah dengan tepat dan lengkap
Artinya kita diharapkan untuk menunjukkan apa yang kita kuasai mengenaipersoalan  yang kita tanyakan sesuai dengan apa yang ditanyakan dalam soal, luasnya jawaban itu perlu disesuaikan dengan banyaknya pertanyaan dan lamanya waktu yang disediakan.
Ø  Mulailah lebih dulu menjawab pertanyaan yang paling mudah
Jika kita mendahulukan soal yang sukar, energi kita akan banyak dipergunakan untuk mengerjakan tugas ini, dan mungkin pada pertanyaan yang mudah kita tidak lagi dapat memberi jawaban yang maksimal.
Ø  Menulis dengan tulisan yang jelas
Perhatikan apakah tulisan kita sudah jelas, karena tulisan yang jelas akan memudahkan guru dalam memeriksa pekerjaan kita.
Ø  Tulislah pertanyaan sebelum menjawab
Sebaiknya setiap jawaban yang kita tulis diawali dengan pertanyaannya masing-masing, kecuali jika guru yang bersangkutan tidak mengintruksikan.
Ø  Memeriksa kembali pekerjaan sebelum diserahkan
Dengan memeriksa kembali pekerjaan sebelum diserahkan, dengan demikian kita masih mempunyai kesempatan untuk melengkapi kekurangan-kekurangan atau kesalahan-kesalahan dalam pengerjaan.
b.  Mengerjakan Tes Obyektif
Bebrapa siswa mempunyai sikap yang salah terhadap tes obyektif, mereka beranggapan bahwa mengerjakan tes obyektif itu sifatnya untung-untungan. Memang faktor kebetulan itu mungkin terjadi dalam mengerjakan tes obyektif, misalnya untuk test betul salah faktor kebetulan 50 % karena hanya dua alternative jawaban, sedangkan untuk tes pilihan ganda mempunyai 4 pilihan jawaban, factor kebetulannya itu 25 %. Tetapi menurut para ahli, tetap saja persiapan dalam menghadapi tes yang sangat berperan, karena soal-soal obyektif disusun dengan baik akan dapat membedakan siap siswa yang siap dan yang tidak. Dalam mengerjakan tes obyektif, selain memperhatikan petunjuk umum perlu diperatikan juga petunjuk sebagai berikut :
Ø  Tanyakan kepada guru rumus penilainya
Jika cara penilaiannya untuk setiap jawaban betul diberikan satu dan untuk jawaban salah diberikan angka nol, maka angka keseluruhan yang akan diperoleh adalah jawaban dari angka yang betul, maka jawaban yang akan diberikan atas dasar kirakira tidak akan merugikan kita. Dan sebaliknya jika jawaban yang betul dikurangi jumlah jawaban yang salah, maka jangan memberikan jawaban atas dasar kira-kira.
Ø  Sebelum menjawab, bacalah dengan baik dan analisislah
Hal ini sama pentingnya dengan menganalisis pertanyaan tes uraian. Masalah apa
yang terkandung dalam pertanyaan itu? Apa yang ditanyakan? Apakah kata penting yang menjadi pendukung atau kunci persoalan? Setelah hal ini diperkirakan dengan teliti, simpulkan pilihan kita. Saran yang baik untuk mengerjakan tes obyektif ialah kerjakan terlebih dahulu soal yang mudah. Bacalah semua alternatif, kesampingkan beberapa alternatif dan bandingkan satu dengan lainnya, bayangkan pola jawaban yang benar dari guru, dan periksalah kembali setiap jawaban.
Ø  Catatan kesan pertama jawaban
Dari contoh analisis di atas, kesan pertama jawaban itu ialah analisis item, setelah itu teruskan dengan menganalisis kemungkinan jawaban-jawaban untuk meneliti apakah kesan pertama itu tepat, jika demikian tetapkan kesan pertama sebagai jawaban.
Ø  Hati-hatilah mengubah jawaban
Hati-hatilah mengubah jawaban, karena jawaban yang berasal dari kesan pertama diperoleh setelah anda menganalisis persoalan tersebut. Tetapi jika anda yakin jawaban itu keliru maka anda perlu mengubahnya.
Ø  Jangan tergesa-gesa
Bekerjalah dengan cepat tetapi jangan terlalu tergesa-gesa. Jumlah tes obyektif biasanya banyak sedangkan waktu yang disediakan relatif singkat. Tetapi sebenarnya waktu yang disediakan itu cukup untuk mengerjakan tes obyektif yang tidak memerlukan banyak waktu, karena itu jangan tergesa-gesa.

  1. Keterampilan Mempersiapkan Ujian
Ujian yang dihadapi siswa tidak hanya menuntut kemampuan akademis, tetapi  sikap mental juga sangat menentukan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan siswa dalam mempersiapkan diri menghadapi ujian adalah: Dalam menjelang ujian ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan diantaranya :
a.  Persiapan Mental
Kondisi mental atau aspek psikologis perlu dipersiapkan dalam menghadapi ujian dengan cara menanamkan pengertian dalam benak kita, bahwa kita harus benar-benar siap menghadapinya; tidak ada istilah takut, ragu, khawatir atupun cemas. Untuk mencapai kesiapan itu diperlukan beberapa hal yang harus mendapat perhatian sebelum ujian dilaksanakan diantaranya :
Ø  Menanyakan hal yang belum dipahami bisa kepada guru ataupun kepada teman.
Ø  Mengefektifkan waktu/jadwal belajar
Ø  Mengerjakan atau mengumpulkan soal-soal sebanyak mungkin
Ø  Membuat kelompok belajar atau kelompok diskusi sebagai ajang saling bertanya dan saling menguji
Ø  Menyiapkan lingkungan sekitar, misalnya lingkungan rumah, agar kegiatan belajar tidak terganggu bicarakan dengan anggota keluarga untuk tidak rebut pada jam belajar (misalnya menyetel radio/TV terlalu keras).
b.   Menjaga Kesehatan Badan
Menjaga kondisi tubuh agar selalu prima termasuk salah satu faktor penunjang dalam mempersiapkan ujian, dengan cara :
Ø  Istirahat yang cukup, artinya tidak melakukan aktivitas yang berlebihan (tidak terlalu cape) atau tidur larut malam tapi biasakanlah tidur cukup agar kondisi tubuh tidak menurun.
Ø  Makan secara teratur serta mengkonsumsi makanan sehat ditambah dengan buah-buahan dan vitamin, hindarilah makanan yang kurang bermanfaat bagi tubuh. Oleh raga teratur, artinya membiasakan diri berolehraga minimal menggerakan badan selama sepuluh menit setiap bangun tidur dan pilihlah olahraga yang kemungkinan cederanya kecil misalnya jogging.
c.   Kepercayaan Pada Diri Sendiri
Kepercayaan diri sendiri perlu dikembangkan dalam rangka persiapan menghadapi ujian. Kurang percaya diri dapat mengakibatkan kegugupan, cemas, merasa tidak yakin dengan diri sendiri atau menyebabkan kita terlalu berhati-hati dan takut berbuat sesuatu hal semacam itu tentu saja menghambat proses belajar dan merugikan diri sendiri dalam mengerjakan ujian.














KESIMPULAN

Dalam dunia pendidikan dikenal tiga ranah yang perlu dikuasai, ditingkatkan, dan dikembangkan anak selama bersekolah, yaitu kognitif (berkaitan dengan pengetahuan), psikomotor (berkaitan dengan keterampilan), dan afektif (berkaitan dengan sikap dan nilai).
Penguasaan ranah kognitif yang mencapai tingkat 'keyakinan' (believe) akan mengendalikan prilaku dan kebiasaan individu sehari-hari sehingga mampu meningkatkan kecakapan hidup (life skill) dan menumbuhkan sikap positif. Misalnya, pemahaman anak tentang pengetahuan makanan sehat sebagai balance diet akan mendorong anak terbiasa makan makanan sehat dengan selalu mempertimbangkan keseimbangan komposisi unsur-unsur makanan, selain mempertimbangkan jumlah energi rill yang dibutuhkan tubuh sehari-hari.
Ini berarti, penguasaan ranah kognitif sampai pada tingkat pemahaman di sekolah itu mutlak dan tidak bisa di tawar-tawar lagi. Para ahli pendidikan sependapat bahwa, untuk meningkatkan penguasaan ranah kognitif ternyata dipengaruhi oleh kepemilikan unsur meta-kognitif, yang salah satunya berkaitan dengan 'keterampilan belajar' atau 'belajar cara belajar’ (learn how to learn). Mengajar anak cara belajar tidak hanya perlu dilakukan di sekolah tetapi juga perlu dilakukan di rumah oleh para orang tua.
Kadangkala kita, orang tua dan guru sering terjebak pada tujuan anak bersekolah. Seolah-olah tujuan akhir anak bersekolah adalah hanya untuk memahami sepenggal materi dari beberapa mata pelajaran. Padahal, realita kehidupan anak sering tidak berkaitan langsung dengan materi yang dipelajari di sekolah. Akibatnya, apa yang dipelajari di sekolah merupakan pengetahuan yang terisolasi (isolated knowledge) dari apa yang sudah diketahui anak sebelumnya, dan terisolasi dari permasalahan yang ada di sekitar anak. Akhirnya, apa yang diperoleh dari sekolah tidak membantu kehidupan sehari-hari anak.
Supaya anak memperoleh informasi dan pengetahuan baru yang tidak terisolasi dari pengetauhuan awal dan permasalahan sehari-hari anak, mereka perlu mengeksplorasi sendiri informasi pengetahuan kontekstual dengan lingkungan, kehidupan, dan kebutuhan anak. Untuk keperluan ini, anak perlu memiliki keterampilan belajar.
Sepanjang Hayat. Anak tidak cukup hanya diajar dan dibimbing untuk menguasai seperangkat materi pelajaran di sekolah. Tetapi dan yang lebih penting adalah keperluan untuk mengajar anak cara belajar supaya anak memiliki keterampilan belajar (learning skill).
Dalam kehidupan nyata, anak perlu belajar terus menerus sepanjang kehidupannya. Misalnya, setelah lulus SD dan anak meneruskan ke pendidikan lanjutan: ke SMP, atau ke SMA, dan atau ke PT, kalau mau berhasil di pendidikan lanjutan itu, anak harus memiliki strategi belajar jitu: membaca cepat, mendengar sambil membuat catatan, mengelola waktu belajar, berlatih terus menerus, menilai dan memperbaiki cara belajar, dan strategi belajar lainnya.
Juga, setelah dewasa dan hidup di masyarakat, kalau nanti anak menjadi petani, dia tetap mendudukkan diri sebagai pelajar yang berprofesi petani. Kalau nanti anak menjadi pedagang, dia tetap mendudukkan diri sebagai pelajar yang berprofesi pedagang.
Kalau nanti anak menjadi dokter, dia tetap mendudukkan diri sebagai pelajar dengan profesi dokter. Lalu, untuk keberhasilan profesinya itu, dia perlu terus membaca, perlu terus memahami apa yang dibacanya, perlu terus membuat catatan penting, perlu terus memecahkan masalah dengan menerapkan pengetahuan baru yang sudah dikuasainya.
Dengan demikian, menjadi pelajar tidak hanya terbatas sewaktu masih bersekolah tetapi menjadi pelajar juga setelah selesai bersekolah ketika mereka mulai bekerja dan hidup di masyarakat. Karena itu, orang tua dan guru perlu melatih 'belajar cara belajar' (learn how to learn) dan membekali anak-anak dengan 'keterampilan belajar' supaya anak mampu menjadi pelajar sepanjang hayat (life-long learner). *














DAFTAR PUSTAKA

Diposkan oleh Tabloid Sensor di 01:23
http//Dr. Suherman, M.Pd.Bimbingan Belajar.Universitas Pendidikan Indonesia
http// Mengatasi Kejenuhan Feb 25 Posted by Saipuddin
Deporter, Bobbi. 2009. Quantum Learner. Bandung: Kaifa Mizan Pustaka
Espeland, Pamela.2005. Buku Pintar Remaja Gaul. Bandung: Kaifa Mizan Pustaka, hal 16
Deporter, Bobbi & Hernacki, Mike. 1999. Quantum Learner (Membiasakan Belajar Nyaman &      Menyenangkan). Bandung: Kaifa Mizan Pustaka
Yeo, Anthony.2007. Konseling (pendekatan & Pemecahan Masalah). Jakarta: BPK Gunung Mulia, hal 128-129
Drs.Hakim, Thursan.Belajar Secara Efektif. Jakarta: PUSPA SWARA, hal 66
Tolley, Harry & Thomas Ken. 2004. Verbal Reasoning Tests. Solo: Tiga Serangkai, hal 15

Dra. Widajati, Retno & Dra. Sukarni, Tuti. 2010. Bahan Dasar Untuk PELAYANAN KONSELING Pada Satuan Pendidikan Menengah. Jakarta: Grasindo, hal 4-5

0 komentar :

Posting Komentar

Back To Top